Skip to main content

Rangkaian Sensor Infrared dengan Photo Dioda


Keunggulan photodioda dibandingkan LDR adalah photodioda lebih tidak rentan terhadap noise karena hanya menerima sinar infrared, sedangkan LDR menerima seluruh cahaya yang ada termasuk infrared.

Rangkaian yang akan kita gunakan adalah seperti gambar di bawah ini.



Pada saat intensitas Infrared yang diterima Photodiode besar maka tahanan Photodiode menjadi kecil, sedangkan jika intensitas Infrared yang diterima Photodiode kecil maka tahanan yang dimiliki photodiode besar.

Jika tahanan photodiode kecil maka tegangan V- akan kecil. Misal tahanan photodiode mengecil menjadi 10kOhm. Maka dengan teorema pembagi tegangan:

V- = Rrx/(Rrx + R2) x Vcc
V- = 10 / (10+10) x Vcc
V- = (1/2) x 5 Volt
V- = 2.5 Volt

Sedangkan jika tahanan photodiode besar maka tegangan V- akan besar (mendekati nilai Vcc). Misal tahanan photodiode menjadi 150kOhm. Maka dengan teorema pembagi tegangan:

V- = Rrx/(Rrx + R2) x Vcc
V- = 150 / (150+10) x Vcc
V- = (150/160) x 5 Volt
V- = 4.7 Volt

Sekarang kita akan melihat trimpot. Trimpot adalah komponen pembagi tegangan dengan mengubah nilai resistansi yang ada di dalamnya. Dalam rangkaian ini maka nilai trimpot akan berkisar antara 5 Volt sampai 0 Volt. Nilai tegangan trimpot ini akan mempengaruhi nilai V+ yang diterima komparator sebagai nilai referensi komparator.

Komparator dalam rangkaian ini berfungsi untuk menghasilkan tegangan sebesar 0 Volt atau 5 Volt pada output komparator.
Jika V+ lebih dari Vmaka output komparator = 5 Volt
Jika V+ kurang dari V- maka output komparator = 0 Volt.


Misal kita mengatur besar V+ dengan cara memutar putaran pada trimpot hingga dihasilkan tegangan sebesar 3.5 Volt.
Pada saat intensitas infrared besar yang mengakibatkan tahanan Photodiode mengecil menjadi 10 kOhm dan mengakibatkan V- = 2.5 Volt maka output komparator menjadi 5 Volt.
Pada saat intensitas infrared kecil yang mengakibatkan tahanan Photodiode membesar menjadi 150 kOhm dan mengakibatkan V- = 4.7 Volt maka output komparator menjadi 0 Volt.

Untuk pengujian kita dapat menggunakan LED sebagai indikator rangkaian seperti gambar berikut ini.

Penghubungan Output komparator dengan Vcc bertujuan sebagai rangkaian PullUp. Hal ini dikarenakan arus yang keluar dari komparator begitu kecil sehingga walaupun memiliki nilai tegangan sebesar 5Volt tidak dapat diterima beban (dalam rangkaian diatas beban adalah LED). Dengan penambahan Vcc,
ketika tegangan output dari komparator berniali 0 Volt maka arus dari Vcc lebih banyak memilih mengalir menuju output komparator yang bernilai 0 Volt dan tanpa beban.
ketika tegangan output dari komparator bernilai 5 Volt maka arus dari Vcc akan banyak mengalir menuju LED kemudian ke ground yang mengakibatkan LED menyala.

Skematik Komparator



Penempatan Pin IC LM339M yang berisi 4 buah komparator



Comments

  1. Itu pake photodioda ama ir led yg ukuran berapa? 3 apa 5?

    ReplyDelete
    Replies
    1. bisa pakai keduanya, 5mm atau pun 3mm.
      kalau 5mm jarak penempatan komponen bisa dibuat lebih renggang.
      kalau untuk percobaan awal, pakai 5mm saja.

      Delete
  2. Kalo umpama antara Ir LED sama photodiode beda ukuran bisa kah?

    ReplyDelete
    Replies
    1. bisa, tidak masalah. tapi besarnya LED (intensitas cahayanya) pasti akan mempengaruhi besarnya tahanan dari photodiode yang dihasilkan.

      misal, dari contoh di tulisan di atas, ketika photodiode menerima pantulan cahaya dari LED, tahanannya menjadi 10kOhm.
      namun misal, LED diganti dengan yang intensitasnya lebih kecil, ketika photodiode menerima pantulan cahaya yang lebih sedikit, mungkin tahanannya membesar menjadi 50kOhm.

      akibatnya tegangan referensi komparator (V+) perlu disesuaikan (dengan mengatur trimpot). untuk contoh ini, karena tahanan photodiode menjadi lebih besar, V- akan menjadi lebih besar, sehingga V+ dapat dinaikkan misal menjadi 3.8V dari yang sebelumnya 3.5V.

      Delete
  3. Cara kerjanya gimana ya kak?

    ReplyDelete
  4. Trimpot sudah d putar tp nilai reasuransi tidak berubah..ketika photodioda kondisi gelap.nilai resitandi naik.. kira2 rangkaian apa yg rusak ya mas?

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau nilai resistansi atau tegangan keluaran trimpot tidak berubah ketika diputar, kemungkinan besar trimpotnya rusak. coba ganti dengan trimpot yang baru.

      untuk pengetesan, pisahkan rangkaian trimpot dari rangkaian utama terlebih dahulu, ukur tegangan keluaran trimpot terpisah dari rangkaian utama.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Configuring Swap Memory on Ubuntu Using Ansible

If we maintain a Linux machine with a low memory capacity while we are required to run an application with high memory consumption, enabling swap memory is an option. Ansible can be utilized as a helper tool to automate the creation of swap memory. A swap file can be allocated in the available storage of the machine. The swap file then can be assigned as a swap memory. Firstly, we should prepare the inventory file. The following snippet is an example, you must provide your own configuration. [server] 192.168.1.2 [server:vars] ansible_user=root ansible_ssh_private_key_file=~/.ssh/id_rsa Secondly, we need to prepare the task file that contains not only the tasks but also some variables and connection information. For instance, we set /swapfile  as the name of our swap file. We also set the swap memory size to 2GB and the swappiness level to 60. - hosts: server become: true vars: swap_vars: size: 2G swappiness: 60 For simplicity, we only check the exi

API Gateway Using KrakenD

The increasing demands of users for high-quality web services create the need to integrate various technologies into our application. This will cause the code base to grow larger, making maintenance more difficult over time. A microservices approach offers a solution, where the application is built by combining multiple smaller services, each with a distinct function. For example, one service handles authentication, another manages business functions, another maintains file uploads, and so on. These services communicate and integrate through a common channel. On the client side, users don't need to understand how the application is built or how it functions internally. They simply send a request to a single endpoint, and processes like authentication, caching, or database querying happen seamlessly. This is where an API gateway is effective. It handles user requests and directs them to the appropriate handler. There are several tools available for building an API gateway, su

Deliver SaaS According Twelve-Factor App

If you haven't heard of  the twelve-factor app , it gives us a recommendation or a methodology for developing SaaS or web apps structured into twelve items. The recommendation has some connections with microservice architecture and cloud-native environments which become more popular today. We can learn the details on its website . In this post, we will do a quick review of the twelve points. One Codebase Multiple Deployment We should maintain only one codebase for our application even though the application may be deployed into multiple environments like development, staging, and production. Having multiple codebases will lead to any kinds of complicated issues. Explicitly State Dependencies All the dependencies for running our application should be stated in the project itself. Many programming languages have a kind of file that maintains a list of the dependencies like package.json in Node.js. We should also be aware of the dependencies related to the pla

Beautiful Rain (JDorama)

Saya selalu tertarik dengan film-film inspirasional, baik movie atau pun serial drama. Akhir-akhir ini saya tertarik untuk menonton drama serial jepang. Saya googling dengan keyword "inspirational japan dorama" kemudian saya dapati sejumlah review  beberapa film bagus dari sejumlah netizen.  Salah satu yang kemudian saya tonton adalah Beautiful Rain . Setiap episode film ini selalu membuat saya sangat terharu sampai meneteskan air mata. :' Yah, ini mungkin saja karena saya yang terlalu melankolis. Hahaha. Ini sedikit review dari saya tentang film ini.

Manage Kubernetes Cluster using Rancher

Recently, I sought a simpler method to deploy and maintain Kubernetes clusters across various cloud providers. The goal was to use it for development purposes with the ability to manage the infrastructure and costs effortlessly. After exploring several options, I decided to experiment with Rancher. Rancher offers a comprehensive software stack for teams implementing container technology. It tackles both the operational and security hurdles associated with managing numerous Kubernetes clusters. Additionally, it equips DevOps teams with integrated tools essential for managing containerized workloads. Rancher also offers an open-source version, allowing free deployment within one's infrastructure. The Rancher platform can be deployed either as a Docker container or within a Kubernetes cluster utilizing the K3s engine. We can read the documentation on how to install Rancher on K3s using Helm . Rancher itself enables the creation and provisioning of Kubernetes clusters and