Skip to main content

Berpikir Seperti Tupai


Pada tahun 1976 ketika berlansung Olimpiade musim dingin di Innsbruck, atlet ski Austria bernama Franz Klammer meraih medali emas dengan catatan rekor yang membuat atlet ski lainnya terkesima. Banyak orang berpendapat, tidak ada yang dapat mengalahkan juara Olimpiade, Bernhard Russi dari Swiss. Beberapa kali panitia harus menghentikan kejuaraan karena jalur lintasan yang berbahaya dan licin, dan walaupun pertandingan final sudah dimulai, jalur itu masih terlalu licin untuk melakukan gerakan double-poling yang biasa dibutuhkan para atlet untuk melakukan start dengan cepat dari gerbang.

Kunci kemenangannya adalah meluncur selurus mungkin dari garis start sampai finish, terus merunduk dengan aerodinamis, dan menjaga agar sepatu skinya terus meluncur datar serta nyaris tanpa gesekan ketika menuruni bukit. Gerakan Klammer sangat aerodinamis. Kaki tangannya mengayun luwes saat melewati tikungan.

Sebagian penonton berdoa agar Klammer tidak tewas karena keberaniannya. Pelatihnya, Toni Sailer, berkomentar, "Saya menutup mata, dan berpkir lepas sudah medali emas itu. Saya baru berani membuka mata setelah tidak mendengar suara orang terjatuh.
Seperti mengalahkan hukum fisika, Klammer bergerak dengan cepat ke garis finish dan berusaha berhenti. Ia berusaha tidak menabrak penonton. Akhirnya Klammer menjadi juara dan meraih medali emas.
Wartawan langsung mengerubutinya.
"Bagaimana Anda melakukannya?"
"Apa?" tanya Klammer dengan bingung.
"Memenangkan pertandingan itu."
"Anda pasti tahu bahwa saya ini atlet ski andal." jawabnya dengan karisma khas Austria.
"Bukan. Bagaiman Anda dapat mencetakkan rekor dengan cara yang luar biasa buruk?"
"Apa maksud Anda luar biasa buruk?"
Salah seorang wartawan menunjukkan bahwa Klammer sempat kehilangan keseimbangan, tangannya melawan angin tetapi entah bagaimana ia dapat meluncur lebih cepat dari lawan-lawannya yang melakukan luncuran sempurna.
"Apa yang Anda pikirkan saat itu?"
"Tidak ada. Saya hanya berusaha sampai ke sana (sambil menunjuk garis finish) dengan cepat." Jelas Klammer tidak memikirkan jalur luncuran yang tepat atau teknik yang tepat untuk tetap meluncur datar. Ia juga tidak memikirkan medali emas. Franz Klammer hanya berpacu ke garis finis tentu saja.

Bagaimana ia bisa terus meluncur tanpa memikirkan semua hal yang dipikirkan oleh atlet kebanyakan dan wartawan yang menyaksikan - apa ia sempat berpikir bahwa bisa saja ia menabrak pagar sehingga kehilangan posisi satu dalam pertandingan kelas dunia itu? Bagaimana ia bisa tidak berpikir akan terjatuh atau menabrak pagar? Jawabannya akan menjelaskan rahasia prestasi beresiko tinggi, tidak hanya di dunia olahraga tetapi juga bagi para aktor, musisi, eksekutif bisnis, dokter, dan para professional lainnya di bidang yang mensyaratkan agar mereka maju ke hadapan publik dan berprestasi di bawah tekanan. Bagaimana mereka bisa tidak memikirkan hal-hal yang mengganggu konsentrasi dan hasil yang akan mereka raih.

Untungnya, selama 10 tahun terakhir, sebagai mahasiswa dan dosen psikologi prestasi, dan kini menjadi penasihat profesional untuk orang di berbagai kerja, John Eliot memiliki kesempatan untuk mengajukan ratusan pertanyaan kepada orang berbakat tentang bagaimana otak mereka bekerja di bawah tekanan. Ia mendapati bahwa orang papan atas di berbagai bidang berpikir secara berbeda. Orang berprestasi tinggi berfokus pada apa yang mereka kerjakan dan bukan pada hal lain. Ketika Tiger Woods atau Muhammad Ali tidak melakukan salah langkah, ketika Bill Gates berada di tengah transaksi, ketika Al Pacino menghancurkan komentar kritikus dengan prestasi, mereka tidak memikirkan teknik yang mereka gunakan, apa yang guru mereka katakan, dan apa yang dikatakan pengacara atau akuntan mereka. Mereka dapat terus terfokus pada pekerjaan secara total sehingga tidak ada tempat untuk mengkritik, menilai, atau meragukan diri sendiri. Mereka dapat tetap tenang dan percaya diri untuk maju dan melakukan apa yang benar-benar mereka kuasai. Mereka hanya berkonsentrasi pada penampilan.

Sebagaimana disebut dalam psikologi prestasi, "Mereka bermain dengan mata." Mereka hanya melihat sasaran dan melakukan tendangan. Kemudian bola masuk ke gawang, transaksi ditutup, dan penampilan di panggung itu membuat penonton terpesona. Menurut John, sering kali hasilnya adalah suatu mahakarya. Meminta Franz Klammer melakukan kembali luncuran spektakuler yang membuatnya meraih medali emas sama saja seperti meminta da Vinci membuat lukisan Mona Lisa yang lain.

Kabar baiknya, riset dan eksperimen membuktikan bahwa cara berpkir yang berbeda seperti ini dapat dilakukan oleh siapa saja. Tetapi sebelum anda dapat menguasai cara berpikir superstar, Anda harus memahami alasannya. Ketika kita bertanya pada orang berprestasi seperti Klammer, "Apa yang anda pikirkan saat itu?" mereka cenderung berkata, "Tidak memikirkan apa-apa."

Tentu saja semua orang berprestasi tinggi adalah orang yang berlatih dengan baik, memiliki pengalaman luas, cerdas, dan dalam beberapa kasus benar-benar berbakat. Tetapi cara otak mereka bekerja ketika mereka tampil lebih mirip dengan otak tupai dari pada otak Einstein. Seperti tupai, orang papan atas di dunia bisnis melakukan apa yang pernah mereka pelajari tanpa pernah mempertanyakan kemampuan. Mereka memercayai keahlian mereka. Itulah mengapa kami menyebut kondisi pikiran yang menghasilkan prestasi tinggi ini sebagai Trusting Mindset (Pola Pikir Hasil Memercayai). Sesungguhnya membebaskan diri dari tekanan dan memunculkan keahlian Anda ketika berada di bawah tekanan akan membuat Anda ketagihan. Walaupun demikian, sumber dari sensasi itu dan kemampuan untuk melakukan sudah tertanam dalam diri semua orang. Sesungguhnya, Anda mungkin sudah mengalami Trusting Mindset tanpa menyadarinya.


Super Performance, John Eliot

Comments

Popular posts from this blog

Rangkaian Sensor Infrared dengan Photo Dioda

Keunggulan photodioda dibandingkan LDR adalah photodioda lebih tidak rentan terhadap noise karena hanya menerima sinar infrared, sedangkan LDR menerima seluruh cahaya yang ada termasuk infrared. Rangkaian yang akan kita gunakan adalah seperti gambar di bawah ini. Pada saat intensitas Infrared yang diterima Photodiode besar maka tahanan Photodiode menjadi kecil, sedangkan jika intensitas Infrared yang diterima Photodiode kecil maka tahanan yang dimiliki photodiode besar. Jika  tahanan photodiode kecil  maka tegangan  V- akan kecil . Misal tahanan photodiode mengecil menjadi 10kOhm. Maka dengan teorema pembagi tegangan: V- = Rrx/(Rrx + R2) x Vcc V- = 10 / (10+10) x Vcc V- = (1/2) x 5 Volt V- = 2.5 Volt Sedangkan jika  tahanan photodiode besar  maka tegangan  V- akan besar  (mendekati nilai Vcc). Misal tahanan photodiode menjadi 150kOhm. Maka dengan teorema pembagi tegangan: V- = Rrx/(Rrx + R2) x Vcc V- = 150 / (150+10) x Vcc V- = (150/160) x 5

Rangkaian Sensor Cahaya dengan LDR

LDR(Light Depending Resistor) adalah resistor yang nilai hambatannya bergantung dari intensitas cahaya yang ia terima. Jika intensitas cahaya rendah (gelap) maka nilai resistansinya akan menjadi sangat besar (mencapai 1MOhm atau lebih), sedangkan jika intensitas cahaya tinggi (terang) nilai resistansinya menjadi kecil (mencapai 10kOhm atau kurang). Sifat ini dapat kita pergunakan dalam rangkaian sensor cahaya. Misalkan jika kita menginginkan sensor cahaya yang akan menyalakan lampu indikasi ketika ada cahaya dan mematikan lampu indikasi ketika tidak ada cahaya. Kita dapat menggunakan rangkaian seperti gambar di bawah ini. Transistor NPN berfungsi sebagai gate. Arus dari kolektor akan mengalir menuju emitor jika arus dari base besar namun jika arus pada base kecil maka arus dari kolektor tidak akan menuju emitor. Pada rangkaian sensor cahaya dengan LDR, ketika intensitas cahaya tinggi (terang) maka arus dari VCC akan melewati LDR kemudian melewati RESISTOR dan masuk ke

Installing APCu in PHP 7

APCu is one of caching application for PHP. In this case, I use PHP 7.0 on Ubuntu 16.04. In PHP 7.0, this application is provided via PEAR. First, install PEAR. $ sudo apt-get install php-pear Install APCu. If an error occured state that there's no phpize, you need to install PHP 7.0-dev which provide phpize support. $ sudo apt-get install php7.0-dev $ sudo pecl install apcu Create APCu module configuration in PHP modules directory. $ sudo echo "extension = apcu.so" >> /etc/php/7.0/mods-available/apcu.ini Add that configuration to PHP FPM and CLI. $ sudo ln -s /etc/php/7.0/mods-available/apcu.ini /etc/php/7.0/fpm/conf.d/30-apcu.ini $ sudo ln -s /etc/php/7.0/mods-available/apcu.ini /etc/php/7.0/cli/conf.d/30-apcu.ini Restart PHP FPM.

Configuring Swap Memory on Ubuntu Using Ansible

If we maintain a Linux machine with a low memory capacity while we are required to run an application with high memory consumption, enabling swap memory is an option. Ansible can be utilized as a helper tool to automate the creation of swap memory. A swap file can be allocated in the available storage of the machine. The swap file then can be assigned as a swap memory. Firstly, we should prepare the inventory file. The following snippet is an example, you must provide your own configuration. [server] 192.168.1.2 [server:vars] ansible_user=root ansible_ssh_private_key_file=~/.ssh/id_rsa Secondly, we need to prepare the task file that contains not only the tasks but also some variables and connection information. For instance, we set /swapfile  as the name of our swap file. We also set the swap memory size to 2GB and the swappiness level to 60. - hosts: server become: true vars: swap_vars: size: 2G swappiness: 60 For simplicity, we only check the exi

Setting Up Next.js Project With ESLint, Typescript, and AirBnB Configuration

If we initiate a Next.js project using the  create-next-app tool, our project will be included with ESLint configuration that we can apply using yarn run lint . By default, the tool installs eslint-config-next and extends next/core-web-vitals in the ESLint configuration. The Next.js configuration has been integrated with linting rules for React and several other libraries and tools. yarn create next-app --typescript For additional configuration such as AirBnB, it is also possible. First, we need to install the peer dependencies of eslint-config-airbnb . We also add support for Typescript using eslint-config-airbnb-typescript . yarn add --dev eslint-config-airbnb eslint-plugin-import eslint-plugin-jsx-a11y eslint-plugin-react eslint-plugin-react-hooks yarn add --dev eslint-config-airbnb-typescript @typescript-eslint/eslint-plugin @typescript-eslint/parser After that, we can update the .eslintrc.json file for the new configuration. { "extends": [ "airb

Managing MongoDB Records Using NestJS and Mongoose

NestJS is a framework for developing Node.js-based applications. It provides an additional abstraction layer on top of Express or other HTTP handlers and gives developers a stable foundation to build applications with structured procedures. Meanwhile, Mongoose is a schema modeling helper based on Node.js for MongoDB. There are several main steps to be performed for allowing our program to handle MongoDB records. First, we need to add the dependencies which are @nestjs/mongoose , mongoose , and @types/mongoose . Then, we need to define the connection configuration on the application module decorator. import { MongooseModule } from '@nestjs/mongoose'; @Module({ imports: [ MongooseModule.forRoot('mongodb://localhost:27017/mydb'), ], controllers: [AppController], providers: [AppService], }) Next, we create the schema definition using helpers provided by NestJS and Mongoose. The following snippet is an example with a declaration of index setting and an o