Sudah lama saya tidak mengisi blog karena kesibukan. Hari ini, seperti hari-hari biasa, saya melakukan rutinitas saya yaitu ngoding. Sesekali saya buka sosial media karena penasaran dengan perkembangan demo hari ini. Tapi sayangnya tidak semua yang dibagikan teman-teman saya di sosial media seperti Facebook atau Path adalah sesuatu yang layak dilihat.
Ada beberapa konten yang menghina, merendahkan, dan membuat lelucon atas demo hari ini. Lalu saya mengingat-ingat siapa saja yang hadir dalam demo hari ini. Ada ustad Aa Gym, ustad Arifin Ilham, dan tokoh-tokoh lainnya. Seketika itu saya langsung menangis. Saya jadi tidak fokus untuk melanjutkan pekerjaan dan memutuskan menulis tulisan ini.
Apa yang membuat saya menangis? Saya tidak pantas dibilang orang yang baik, saya juga tidak pantas disebut muslim yang taat, tapi saya selalu mengagumi dan hormat kepada orang-orang baik seperti ustad-ustad itu. Saya sangat sadar bahwa pembangunan itu tidak hanya soal jembatan, gedung, pelabuhan, dan sebagainya tetapi juga soal moral dan akhlak manusia. Orang-orang seperti merekalah yang berjasa membangun pribadi-pribadi yang baik.
Tujuan demo ini jelas, penyuaraan aspirasi untuk menuntut penegakan hukum dan menentang penistaan agama. Tapi masih ada saja orang-orang yang membuat cemoohan dan lelucon dari demo hari ini. Berusaha mengalihkan isu dan tujuan dari demo ini. Dua hal yang membuat saya sangat sedih. Pertama, ada teman-teman saya yang merendahkan demo ini padahal demo ini bertujuan baik dan diikuti orang-orang dan kelompok yang baik-baik seperti dari kalangan ulama dan ustad. Kedua, saya prihatin dengan teman-teman saya yang ternyata mempunyai kebiasaan merendahkan orang lain, menganggap dirinya paling pandai, dan menganggap orang yang tidak sepemahaman dengannya adalah bodoh dan tidak modern.
Lalu saya mengingat-ingat siapa teman-teman saya ini. Kebanyakan hanya karyawan biasa, ada juga yang hidupnya masih dari sumbangan negara, dan tidak punya banyak kontribusi pada lingkungan dan masyarakat. Mereka dengan percaya diri membicarakan konsep-konsep Islam seakan-akan lebih pandai dari ustad-ustad dan ulama. Seakan-akan ulama dan cendikiawan di MUI itu orang bodoh dan kolot. Bagaimana saya tidak menangis, orang-orang baik dan punya jasa membangun akhlak banyak orang pun dijadikan bahan cemoohan dan lelucon oleh orang-orang yang bukan siapa-siapa.
Aa Gym, seorang ustad, penceramah, pemilik banyak bisnis, menyediakan banyak lapangan pekerjaan untuk banyak orang, menyediakan tempat belajar untuk banyak orang, dan memiliki banyak pengikut setia. Begitu juga dengan ustad Arifin Ilham. Dan banyak tokoh yang lain.
Ada yang membuat lelucon saat demo yang diikuti pembersihan sampah dengan berkata, "Kenapa tidak memperbaiki perkabelan listrik di Jakarta juga". Ada yang mengatakan, "Yang penting pendemo mendapat pasokan makanan yang terus menerus". Ada seseorang yang mengatakan lebih baik dana 100M untuk pembangunan daerah saja. Teringat beberapa waktu lalu, orang yang sama mengatakan bantuan 2M dari pemerintah kepada pengungsi rohingya di Aceh juga lebih baik untuk daerah lain. Begitu busuknya kah hati Anda? Begitu bencinya kah kalian dengan kebaikan? Kenapa Anda tidak membicarakan soal lelang dan proyek yang bernilai triliunan itu saja? Kenapa Anda tidak membahas import cangkul dan tenaga buruh asing itu saja? Tersebar juga tulisan dari seorang tokoh asal Bali. Banyak orang menganggap tulisannya benar. Padahal saya dapat dengan mudah menyanggah dan menunjukkan kesalahan logikanya dan kurangnya pemahamannya. Dan banyak contoh konten lainnya.
Dalam tulisan ini saya tidak mau menanggapi cemoohan dan kesalahan-kesalahan pemikiran yang menyebar di sosial media. Saya hanya ingin menyampaikan bahan renungan yang juga untuk saya sendiri.
Ada beberapa konten yang menghina, merendahkan, dan membuat lelucon atas demo hari ini. Lalu saya mengingat-ingat siapa saja yang hadir dalam demo hari ini. Ada ustad Aa Gym, ustad Arifin Ilham, dan tokoh-tokoh lainnya. Seketika itu saya langsung menangis. Saya jadi tidak fokus untuk melanjutkan pekerjaan dan memutuskan menulis tulisan ini.
Apa yang membuat saya menangis? Saya tidak pantas dibilang orang yang baik, saya juga tidak pantas disebut muslim yang taat, tapi saya selalu mengagumi dan hormat kepada orang-orang baik seperti ustad-ustad itu. Saya sangat sadar bahwa pembangunan itu tidak hanya soal jembatan, gedung, pelabuhan, dan sebagainya tetapi juga soal moral dan akhlak manusia. Orang-orang seperti merekalah yang berjasa membangun pribadi-pribadi yang baik.
Tujuan demo ini jelas, penyuaraan aspirasi untuk menuntut penegakan hukum dan menentang penistaan agama. Tapi masih ada saja orang-orang yang membuat cemoohan dan lelucon dari demo hari ini. Berusaha mengalihkan isu dan tujuan dari demo ini. Dua hal yang membuat saya sangat sedih. Pertama, ada teman-teman saya yang merendahkan demo ini padahal demo ini bertujuan baik dan diikuti orang-orang dan kelompok yang baik-baik seperti dari kalangan ulama dan ustad. Kedua, saya prihatin dengan teman-teman saya yang ternyata mempunyai kebiasaan merendahkan orang lain, menganggap dirinya paling pandai, dan menganggap orang yang tidak sepemahaman dengannya adalah bodoh dan tidak modern.
Lalu saya mengingat-ingat siapa teman-teman saya ini. Kebanyakan hanya karyawan biasa, ada juga yang hidupnya masih dari sumbangan negara, dan tidak punya banyak kontribusi pada lingkungan dan masyarakat. Mereka dengan percaya diri membicarakan konsep-konsep Islam seakan-akan lebih pandai dari ustad-ustad dan ulama. Seakan-akan ulama dan cendikiawan di MUI itu orang bodoh dan kolot. Bagaimana saya tidak menangis, orang-orang baik dan punya jasa membangun akhlak banyak orang pun dijadikan bahan cemoohan dan lelucon oleh orang-orang yang bukan siapa-siapa.
Aa Gym, seorang ustad, penceramah, pemilik banyak bisnis, menyediakan banyak lapangan pekerjaan untuk banyak orang, menyediakan tempat belajar untuk banyak orang, dan memiliki banyak pengikut setia. Begitu juga dengan ustad Arifin Ilham. Dan banyak tokoh yang lain.
Ada yang membuat lelucon saat demo yang diikuti pembersihan sampah dengan berkata, "Kenapa tidak memperbaiki perkabelan listrik di Jakarta juga". Ada yang mengatakan, "Yang penting pendemo mendapat pasokan makanan yang terus menerus". Ada seseorang yang mengatakan lebih baik dana 100M untuk pembangunan daerah saja. Teringat beberapa waktu lalu, orang yang sama mengatakan bantuan 2M dari pemerintah kepada pengungsi rohingya di Aceh juga lebih baik untuk daerah lain. Begitu busuknya kah hati Anda? Begitu bencinya kah kalian dengan kebaikan? Kenapa Anda tidak membicarakan soal lelang dan proyek yang bernilai triliunan itu saja? Kenapa Anda tidak membahas import cangkul dan tenaga buruh asing itu saja? Tersebar juga tulisan dari seorang tokoh asal Bali. Banyak orang menganggap tulisannya benar. Padahal saya dapat dengan mudah menyanggah dan menunjukkan kesalahan logikanya dan kurangnya pemahamannya. Dan banyak contoh konten lainnya.
Dalam tulisan ini saya tidak mau menanggapi cemoohan dan kesalahan-kesalahan pemikiran yang menyebar di sosial media. Saya hanya ingin menyampaikan bahan renungan yang juga untuk saya sendiri.
- Apakah kebiasaan merendahkan orang lain adalah watak orang Indonesia?
- Jika Anda tidak memiliki ilmu atas suatu hal bukankah Anda lebih baik diam atau bertanya kepada orang yang ahli jika Anda memang ingin menjadi tahu. Bukan malah membuat kesimpulan berdasarkan ilmu yang secuil yang Anda miliki.
- Kenapa Anda terus mempertahankan ego Anda? Yang layak dibela itu seharusnya adalah kebenaran dan kebaikan. Bukan ego Anda atau orang atau kelompok Anda. Kecerdasan Anda tidak ada arti kalau ego Anda sudah begitu besar.
- Anda mau bisa matematika, belajarlah dari guru matematika. Mau mengerti soal agama, jangan belajar dari seniman.
Sekali lagi, saya bukan seseorang yang pantas disebut orang baik, tapi saya pikir saya punya perasaan dan sangat mau membuka pikiran untuk terus belajar agar bisa menjadi manusia yang baik. Mengolok-olok orang lain, merendahkan orang lain, bersifat sombong, dan menganggap diri sudah sangat cerdas adalah hal-hal yang buruk dan menyedihkan.
Comments
Post a Comment